MELESTARIKAN BUDAYA DAN SASTRA DENGAN MENGASAH BAKAT

 Disusun oleh : 
1. Novia Anggraini / 1713015118
2. Shasqia Nurapriliani Fauziah / 1713015126

Bakat merupakan kemampuan seseorang terhadap melakukan sesuatu dan sudah melekat pada dirinya. Jika berbicara soal bakat, bakat itu bawaan lahir atau bukan yaa? Sebagai mahasiswi farmasi tentunya sangat padat dengan kesibukan kuliah. Hal itu tidak menghalangi saya dan teman saya untuk mengasah bakat. Bakat tentu bisa diasah dan dikembangkan, tidak serta-merta sudah ada saat dilahirkan.  Saya, Shasqia Nurapriliani Fauziah dan teman saya, Novia Anggraini akan berbagi cerita tentang pengalaman kami dalam mengasah bakat kami sekaligus melestarikan budaya dan sastra.



 Hai kawan! Saya shasqia, teman-teman kerap memanggil saya “shas”. Saya tumbuh besar bersama papa saya yang dulunya berprofesi arsitek. Pasti kalian pada mikir dalam hati, “wah pantesan, pasti bakat turunan pinter gambar” eitss.. jangan salah. Ketika saya SD, saya sama sekali tidak bisa menggambar dengan bagus. Bahkan, ada salah satu ucapan teman saya yang paling saya ingat sampai sekarang, “loh papa kamu arsitek? Kok ngga ada nurun-nurunnya ke kamu sih!”. Jujur, perkataan itu salah satu pemicu saya untuk bisa berkembang. Dulu yang awalnya sempat dipandang sebelah mata, saya mulai mencoba terjun dalam bidang seni. Saya belajar melukis ketika saya SMA, kedua orang tua saya tidak tau tentang hal ini. Saya diam-diam menabung untuk membeli alat lukis. Mulai dari alat lukis bekas, alat lukis murah di toko fotokopi-an, sampai akhirnya saya bisa membeli alat lukis yang lebih bagus. Saya terus mencoba melukis dan saya akhirnya jatuh cinta dengan hobi ini. Sayapun mencoba mengikuti beberapa perlombaan dibidang seni, seperti lomba lukis, lomba kriya tangan, lomba mading 3D, dan lomba menggambar doodle. Namun, semenjak memasuki bangku perkuliahan, terbesit dipikiran saya “nanti saya masih bisa melukis nggak ya?” Hmm...

Tahun 2018 lalu, saya mengikuti Pekan Seni Mahasiswa Nasional (PEKSIMINAS) yang diadakan di Yogyakarta. Saya sangat senang mengikuti PEKSIMINAS. Selain dapat menyalurkan hobi saya, lomba tersebut mengenalkan saya dengan berbagai budaya di Indonesia. Ini pertama kalinya saat di bangku kuliah saya mulai mengikuti lomba lukis lagi. Lomba tersebut mengharuskan saya melukis dengan tema “Merajut Budaya Nusantara”. Sebuah lukisan cat akrilik di kanvas 120cmx100cm dengan judul “Menjulang Tinggi, Mengakar Kuat” dengan bangga saya lihat terpajang digaleri pameran. Hasil karya saya cukup memuaskan bagi saya, apalagi saya mendapatkan pengalaman dan ilmu berharga dari lomba ini.  Wah ternyata kuliah di farmasi tidak menghalangi saya untuk mengasah bakat dan melestarikan budaya lho!


Heyy !!! Saya Novia Anggraini. Membaca puisi, ya itu merupakan bakat saya. Kegemaran dan kecintaan saya terhadap puisi muncul ketika saya duduk di bangku SMP kelas 7. Saya termasuk orang yang bisa dibilang demam panggung dan selalu gemetaran ketika dihadapkan dengan banyak orang. Orang yang pertama kali melatih saya membaca puisi adalah ibu saya. “Membaca puisi kuncinya itu kamu harus mampu tampil pede dengan segala ekspresi raut wajah yang kamu tunjukkan dan kamu dapat membawa orang yang mendengarkan puisi yang kamu bacakan hanyut dalam lantunan puisimu, ndok” tutur beliau. Akhirnya, saya mencoba dan terus belajar tanpa henti agar saya bisa seperti kakak saya yang terbilang cukup jago dalam membaca puisi. Usaha yang saya lakukan tidak sia-sia. Ketika SMA kelas 10 saya ikut lomba baca puisi dalam rangka memperingati Bulan Bahasa Tahun 2014 yang diadakan oleh sekolah saya. Disini, lawan saya adalah kakak saya sendiri. Awalnya saya pesimis bahwa saya akan kalah dengan kakak saya, tetapi alhasil saya bisa meraih Juara 1 Lomba Baca Puisi dan mengalahkan kakak saya sendiri. Saya merasa senang sekali dan bangga akan tetapi saya terus belajar dan berlatih dengan guru Bahasa Indonesia favorit saya ketika SMA yaitu pak Jamal, pak Mahdi dan ibu Susi. Hingga akhirnya, saya ikut berpartisipasi dalam lomba baca puisi yang diadakan di SMAN 2 Tenggarong. Saya berlatih subuh sekitar pukul 05.30 sebelum lomba dimulai karena ada pergantian puisi yang ingin saya bawakan. Saya sudah pasrah tidak akan memenangkan lomba karena latihan yang tidak maksimal dan bisa dibilang H-jam sebelum lomba dimulai. Tetapi, alhasil saya bisa meraih Juara 3 yang bagi saya merupakan suatu keberuntungan di hari itu yang Allah berikan kepada saya. Hal yang tidak pernah saya lupakan dalam hidup saya yaitu ketika diundang untuk membaca puisi dikampung halaman menyambut kedatangan Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu Ibu Rita Widyasari S.Sos, MM, Ph.D disitu saya membacakan puisi yang diciptakan oleh Guru sekolah saya dengan judul “Hasrat” dan waktu pembacaan puisi ibu Rita meneteskan air mata sembari memeluk saya.

Semenjak saya kuliah di Farmasi saya sudah tidak pernah lagi berlatih dan mengikuti lomba baca puisi karena terlalu sibuk dengan praktikum, laporan, dan tugas-tugas. Waktu itu, lagi iseng-isengnya buka facebook dan melihat postingan lomba baca dan cipta puisi yang diadakan Duta Damai Kaltim. Terlintas dipikiran saya untuk mengikuti lomba membaca puisi lagi karena hampir 2 tahun lebih sudah tidak pernah membaca puisi. Puisi yang dibawakan yaitu “Pahlawan Tak Dikenal”. Karena persiapan latihan yang tidak matang dan sudah terlalu lama tidak pernah latihan membaca puisi saya kalah dalam perlombaan itu, tetapi saya bisa mendapatkan banyak sekali ilmu dari dewan juri terkait cara membaca puisi yang baik dan benar. Menurut saya, bakat saya dapat terbilang unik disamping profesi saya sebagai mahasiswi Farmasi yang identik disebut “peracik obat”.

Asa potensi bakat yang kamu miliki sekarang, jangan menyerah yakin usaha sampai :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TANAMAN DAUN KOKANG BERKHASIAT SEBAGAI OBAT JERAWAT

TINJAUAN TERHADAP PENGOLAHAN SAMPAH DI KOTA SAMARINDA

KENAPA MASIH SERING TERJADI RESISTENSI ANTIBIOTIK ?